Kamis, 19 Agustus 2021

Memperingati Hari Kemerdekaan RI ke 76 di Puncak Bukit SAUKANG Desa Benteng Gajah Kabupaten Maros



16 Agustus 2021, pukul 09.00 waktu setempat, Desa Tellumpoccoe, Kecamatan Marusu Kabupaten Maros, saya bergegas packing barang untuk persiapan pendakian ke puncak Bukit SAUKANG, di Desa Benteng Gajah, daerah Kabupaten Maros, Saya bergerak ke rumah Ikbal dengan motor Freego, dan melanjutkan bersama 2 orang lainnya, Rama dan Ikram menuju Toko Abadi Jaya untuk membeli bekal persiapan mendaki dan di lanjutkan ke rumah Syamsu, untuk berkumpul bersama teman lainnya.

Sekitar pukul 12.30 Rifai dan anaknya Haedar (uppa; panggilan kecilnya) tiba di rumah Saudara Syamsu Bapala mengendarai Jupiter MX. Setelah beristirahat sejenak, dan selesai melaksanakan sholat Dzuhur, kami sudah siap untuk melanjutkan perjalanan menuju bukit SAUKANG.

Jam tepat pukul 13.00 saat kami meninggalkan kediaman Syamsu, dan sempat singgah di Pertamina untuk mengisi bahan bakar, selanjutkan kami tiba di kaki bukit SAUKANG, sekitar pukul 13.30. Kendaraan motor kami titipkan di rumah penduduk, dan kami bersiap untuk mendaki bukit SAUKANG.

Jam menunjukkan pukul 14.00 saat kami meninggalkan rumah warga, dan mulai mendaki. Jembatan dan sungai kecil adalah pertanda awal bahwasanya jalur menuju pendakian sudah benar. Dan perjalanan pun di lanjutkan.
Sungguh Ini adalah pendakian yang sangat melelahkan, setelah setahun waktu berlalu, dan sekarang mulai mendaki kembali. Rasa capek, kelelahan, berkeringat, napas yang ngos-ngosan, rasa harus yang luar biasa, rasa mual dan hampir muntah, semua bercampur aduk jadi satu. Hal ini terjadi karena setelah lama baru memulai kembali perjalanan untuk mendaki gunung.

Setelah setengah jam perjalanan yang penuh perjuangan, tibalah di persimpangan jalan jalur menanjak. Kami bertujuh sempat beristirahat sejenak sebelum menanjak kembali.

Perjalanan di lanjutkan kembali dengan tanjakan dengan kemiringan sekitar 45 derajat. Di butuhkan tenaga extra untuk dapat bertahan tanpa kelelahan dalam perjalanan ini. Namun tentunya tidak ada di antara kami yang tidak merasakan kelelahan. Semua capek, semua lelah, berkeringat, sampai buka baju untuk sekedar menghilangkan keringat dan melanjutkan kembali menanjak di bukit SAUKANG.

Sekitar 1 setengah jam perjalanan, pukul 15.30 kami tiba di pos terakhir tempat mendirikan tenda. Karena di depan kami, tumpukan batuan besar, tanjakan keras dengan tingkat kemiringan mencapai 75 derajat hingga ke puncak, sehingga tidak memungkinkan untuk mendirikan tenda di sana.
Sebagai informasi penting, jika ingin mendaki ke bukit SAUKANG, persiapkan air minum dari awal pendakian, karena tidak terdapat mata air selama perjalanan hingga di puncak. 

Setelah mendirikan tenda sebanyak 4 tenda, dan sudah memasang flysheet untuk melindungi tenda dari embun dan juga persiapan hujan, pendaki lainnya mulai berdatangan. Terdapat 3 grup pendaki lainnya yang kami temui di sini. Ada yang hanya sekedar mendaki dan pulang di hari yang sama, ada pula yang tinggal dan mendirikan tenda dan bermalam di sini.

Jam masih menunjukkan pukul 16.00 dan Haedar ingin naik ke puncak. Saya pun bersama dengan Ikbal, Rama, dan Ikram berniat untuk masuk ke puncak bukit SAUKANG. Tanjakan pertama kami rasakan cukup terjal, di tambah tanjakan 90 derajat yang harus di daki menggunakan tangga yang tersirat di dinding cukup membuat nyali Haedar menurun. Terlihat dari kakinya yang gemetar setelah melewati tangga tersebut.

Tentunya kami tidak segera melanjutkan perjalanan ke puncak SAUKANG karena harus melihat kondisi Haedar. Kami berusaha untuk memberikan semangat dan juga motifasi agar dia kembali bersemangat melanjutkan perjalanan, namun dia tetap kekeh untuk tidak melanjutkan ke puncak.
Akhirnya kami berbagi tugas, sebagian bersama Haedar, dan saya lanjut sampai ke puncak. Kemudian setelah kembali, ganti teman-teman yang ke puncak dan saya menemani Haedar.

Setelah teman-teman melanjutkan ke puncak, saya mengajak Haedar untuk kembali ke tenda. Dan kami pun turun untuk kembali ke tenda karena Haedar tidak sanggup untuk melanjutka ke Puncak Saukang. Karena sempat nyiut nyalinya dan gemetar di kakinya, setelah menapaki tangga yang terbuat dari bambu pada tebing dengan kecuraman sekita 80 Derajat.

Setibanya di camp, ternyata Syamsu sudah masak nasi dan juga mie instan untuk kami makan. Namun karena saya teringat bahwa saya bawa bekal nasi kuning di dalam tas carrier, jadi saya coba ambil nasi kuning tersebut untuk saya makan. Dan setelah saya buka, ternyata Haedar juga pengen makan nasi kuning tersebut. Jadilah kami akhirnya makan nasi kuning tersebut. Terlebih lagi nasi kuning dengan Ayam goreng dan juga sayur serta mie kering, sepertinya lebih menggoda Haedar dari pada Nasi dan Mie Instan yang memang masih sementara proses di masak, atau masih di atas kompor. 😊

Setelah kurang lebih 1 jam kemudian, Ikbal, Ikram dan Rama turun dari atas, dan langsung bergabung di tenda. dan langsung menyerbu nasi dan mie instan yang masih panas di atas kompor. hehehe. rasa lapar sehabis naik ke puncak bukit memang tidak dapat di tahan. tentu saja, karena tersedia makanan yang siap di makan, tunggu apa lagi, langsung aja di sikat. wkwkwk.

waktu mulai berjalan, tak terasa, hari mulai gelap, malampun datang dan tentu saja rasa dingin mulai menyeruak dan masuk kedalam tenda kami. namun kehangatan suasana yang kami buat dengan berkumpul berkeliling di depan masing masing tenda, dan juga sambil menikmati kopi panas serta banyaknya cemilan snack yang kami bawa, sehingga rasa dingin yang hadir tidak begitu terasa. malahan kami sangat menikmati malam ini dengan sangat menyenangkan. 

Sudah sering saya mengingatkan kepada rekan-rekan, bahwasanya, jika berada di gunung, jangan terlalu cepat tidur, dikarenakan pada jam-jam pertengahan malam, sekitar jam 2 hingga jam 3, rasa dingin semakin tinggi. dan biasanya jika tidur terlalu cepat, maka di waktu tersebut kita akan terbangun dan tidak bisa lagi tidur hingga pagi menjelang. jadi, sebaiknya tidur pada jam 12 atau jam 1 malam.

Yeee.. jadinya kami malam ini begadang hingga jam 2 sambil bercerita banyak tentang kegiatan untuk besok hari, yaitu persiapan untuk peringatan Hari Kemerdekaan RI yang ke 76 di Puncak Bukit Saukang. Dengan peralatan seadanya, kami mulai membuat skenario untuk besok pagi. Dan pembagian tugas masing-masing pada peringatan 17-an besok.

Aku mendapat tugas menjadi Pembina Upacara, Rifai sebagai Pemimpin Upacara, Ikbal kebagian tugas menjadi Protokol, dan Rama dapat tugas untuk membacakan Kode Etik Pecinta Alam Indonesia. Sungguh ini adalah pengalaman pertamaku menjadi Creator dan pelaksana kegiatan Peringatan Hari Kemerdekaan dalam pendakian gunung. Selama ini kami hanyalah peserta saja dan ikut meramaikan kegiatan saat berlangsung. sehingga muncul rasa deg-degan tentang apa yang akan terjadi besok hari. (Padahal belum kejadian, wkwkwk).

Rifai sangat bersemangat untuk menjadi Pemimpin Upacara, sehingga malam itu adalah malam yang panjang buat kami, karena Rifai menginginkan Gladi malam itu, harus beres. Agar besok pagi, tidak ada lagi kendala di lapangan atau di puncak saat pelaksanaan kegiatan peringatan Hari Kemerdekaan RI di Puncak Bukit Saukang. Beberapa kali kesalahan dan kealfaan dalam Gladi, dikarenakan, kami semua mencoba untuk mengingat kembali kejadian dimasa lampau, disaat kami masih menjadi anak sekolah dan melaksanakan upacara penaikan bendera merah putih.

tentu saja hal ini sangat in-memorial sekali, karena sesekali, kami berdebat tentang hal-hal yang harus dilaksanakan dan tidak dilaksanakan dalam upacara bendera. Kami lupa dan kami tidak sadar, bahwa saat ini, kami berada di dalam hutan, pada ketinggian di atas 1000 meter, dan juga bahwa kami bukan sedang berada di lapangan sekolah. hahaha, sungguh lucu dan juga menjadi sebuah cerita nantinya jika kami sudah kembali dan menceritakan kejadian ini pada teman, serta adik-adik kami.

hingga pukul 2 dinihari, kami akhirnya mulai kelelahan, dan juga mengantuk. Beberapa diantara kami sudah mulai masuk ke dalam tenda untuk sekedar merebahkan badan, dan syukur-syukur jika bisa tertidur. dan malam itu kami akhiri dengan masuk ke tenda masing-masing.

pagi hari pukul 5 dinihari, sebagaian sudah bangun, dan juga terdapat 3 buah tenda di dekat tenda kami. mereka adalah pendaki yang juga bermalam di sini. rupanya mereka mendaki pada malam hari dan mendirikan tenda di dekat tenda yang  kami dirikan. dan dinihari itu, sekitar 9 orang dari mereka akan pergi ke puncak Bukit Saukang. Dan tentu saja kami tidak mau ketinggalan.

Akhirnya Ikbal, Ikram dan Rama bangun serta bersiap untuk mendaki ke puncak Bukit Saukang. Katanya untuk mendapatkan Foto cantik saat Sunrise muncul di Upuk Timur dari pegunungan.

Aku dan juga Mansyur dan Rifai, tidak ikut, karena seperti rencana kami tadi malam, bahwa sekitar jam 8 pagi kami akan mendaki ke puncak untuk persiapan upacara bendera merah putih di puncak. Karena itulah, kami memutuskan untuk tidak naik ke puncak pada dinihari tersebut.

sekitar pukul 7 pagi hari, kami mulai berpikir untuk melaksanakan kegiatan pengibaran bendera merah putih di puncak bukit saukang. kami lihat, bahwa persediaan air minum sangatlah kurang. jika kami akan melaksanakan kegiatan, pasti setibanya di tenda, kami akan mengalami kejadian luar biasa, dimana kami akan sangat dehidrasi, dan juga lapar yang tinggi, namun saat ini kami tidak memiliki persediaan air minum yang cukup.

Jadi, kami memutuskan untuk memenuhi kebutuhan kami terlebih dahulu, membeli persediaan air minum, air galon. Dan sudah diputuskan yang akan turun membeli air minum, adalah Rifai dan Ikbal. Syamsu juga memikirkan tentang jalur pendakian yang terdapat tangga dikarenakan tebing dengan kemiringan 80 Derajat, jika sekiranya memungkinkan untuk mencari jalur alternatif lainnya, sehingga para pendaki tidak menemui kesulitan dan kendala saat akan menaiki puncak bukit saukang. dan akhirnya kami putuskan untuk membuka jalur baru dan mencari jalur alternatif lainnya yang lebih mudah untuk menuju puncak tanpa melewati jalur curam dan memiliki resiko tinggi.

tidak memakan waktu lama, sekitar 30 menit usaha yang kami lakukan, kami sudah membuat jalur baru dan juga mulai membersihkan jalur baru tersebut agar dapat digunakan oleh para pendaki nantinya. Cukup bagus dan tidak memiliki resiko tinggi dengan kecuraman yang sedikit. Sungguh pencapaian yang luar biasa di saat kita bisa memberikan sesuatu untuk orang lain tanpa mengharapkan apapun sebagai imbalannya.

Setelah jalur pendakian sudah kami selesaikan, kami pun kembali ke tenda, sambil menunggu Ikbal dan Rifai dari membeli air minum.